أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ لِلْحَجَرِ: إِنِّي لَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ، مِثْلُكَ لَا يَضُرُّ وَلَا يَنْفَعُ،
وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَكَ لَمَا قَبَّلْتُكَ
Hajar Aswad adalah sebuah batu hitam yang berada di sudut tenggara Ka’bah. Batu ini diletakkan dalam sebuah lubang yang dilingkari dengan besi berlapis timah di sudut Ka’bah. Posisi tingginya dari lantai kira-kira 1,5 meter. Dari sudut Hajar Aswad inilah dimulai dan diakhirinya Thawaf. Menurut sejarahnya, batu ini berwarna putih mengkilap ketika diturunkan dari surga, kemudian batu ini semakin menghitam seiring kedurhakaan manusia. Sejarah batu ini sangat panjang sepanjang sejarah Ka’bah itu sendiri.
Hajar Aswad pernah dicuri Abu Thahir Al-Qurmuthy,seorang kepala suku Qaramithah di Bahrain. Ia dan anak buahnya yang berjumlah 700 orang berkendara dan bersenjata pedang mendobrak Masjidil Haram, membongkar Ka’bah secara paksa dan mengambil Hajar Aswad kemudian membawanya ke Hajr, di kawasan Teluk Persia. Peristiwa ini terjadi pada musim haji tahun 317 Hijriyah di masa Khalifah Al-Muqtadir dari Dinasti Abbasiyah. Dikatakan bahwa ia menyaratkan untuk pengambilan batu itu dengan pembayaran sejumlah 50.000 Dinar. Setelah 22 tahun lamanya, yakni pada tahun 339 Hijriyah, batu itu baru dapat dikembalikan lagi ke Mekkah di masa Khalifah Al-Muthi’ Lillah.
Diceritakan bahwa ketika Abdullah bin ‘Akim, utusan Khalifah, menerima batu dari Abu Thahir Al-Qurmuthy, Abdullah berkata, “Batu kami mempunyai dua ciri-ciri, yaitu tidak panas apabila dibakar dan tidak tenggelam dalam air”.
Abu Thahir pun menyiapkan air dan api. Kemudian Abdullah memasukkan batu itu ke dalam air dan tenggelam, serta dibakar ternyata panas dan hampir pecah, maka ia pun menolak batu itu dan berkata, “ini bukan batu kami”. Abu Thahir kemudian memberikan batu yang kedua yang sudah dilumuri minyak wangi dan dibungkus dengan kain sutera.
Abdullah bin ‘Akim melakukan hal yang sama dengan batu yang pertama, namun hasilnya masih sama. Maka Abdullah meminta batu yang asli. Pada saat menerima batu yang ketiga, ketika dimasukkan ke dalam air batu itu terapung dan ketika dibakar batu itu tidak panas. Abdullah pun berkata, “Inilah batu kami”. Abu Thahir pun kagum dan bertanya tentang bagaimana bisa mengetahui cara ini.
Abdullah menjawab, “Fulan bin Fulan menceritakan kepada kami bahwa Rasulullah SAW bersabda: Hajar Aswad adalah tangan kanan Allah yang ada di bumi yang diciptakan dari intan putih di surga. Ia menghitam karena dosa-dosa manusia. Ia akan digiring pada hari kiamat dengan memiliki dua mata yang bisa melihat, lisan yang bisa berbicara dan menyaksikan siapa saja yang pernah menyalami atau menciumnya dengan iman, tidak akan tenggelam dalam air dan tidak akan panas dalam api”. Abu Thahir berkata, “Inilah agama yang dikuatkan dengan riwayat.”
Ditulis oleh: M. Hamdi
Sumber: “Al-Wafi bil Wafiyat” karya Shalahuddin Ash-Shafadi, “Makkah Madinah” karya H. Ahmad Junaidi Halim, Lc